Minggu, 21 Februari 2010

PONOROGO PADA JAMAN SEBELUM MAJAPAHIT DAN JAMAN MAJAPAHIT

0 komentar
1. KERAJAAN WENGKER SEBELUM MAJAPAHIT
Menurut tradisi, babad, dan pendapat para sarjana bahwa Ponorogo pada jaman
dahulu dikenal dengan nama wengker. Untuk memberi gambaran tentang perjalanan
Wengker pada masa lalu perlu kiranya menengok beberapa peristiwa sejarah yang
mendahuluinya, sebagai berikut ini :
Pengaruh India pada abad-abad pertama tarik Masehi telah nampak di Jawa Timur
yaitu di daerah Jember ditemukan patung kesenian Amarawati. Namun di daerah terlindung
seperti Jawa Tengah pengaruh India dapat melahirkan kebudayaan tinggi
Masa-masa kebesaran kerajan di Jawa Tengah terjadi Pada abad VIII dan IX,
sedangkan di Jawa Timur belum ada kerajaan yang besar. Di Jawa Timur telah timbul
beberapa pusat kerajaan yang belum berdaulat antara lain Kerajaan Kanuruhan, dan
Kanjuruhan seperti yang tertulis dalam prasati Dinoyo dengan angka tahun 760 Masehi.
Sejarah perkembangan kerajaan –kerajaan di Jawa Timur termasuk Wengker telah ada yang
menjadi pusat pemerintahan walaupun masih dikatakan terbatas
Perhubungan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur baru mengalami perubahanperubahan
besar pada sekitar tahun 900 Masehi. Yaitu pada waktu Raja Balitung naik tahta
di Medang Jawa Tengah. Balitung mendapat kekuasaan berkat perkimpoiannya dengan Putri
Rajakula di Jawa Tengah. Kekuasan Balitung meliputi wilayah Jawa tengah dan Jawa
Timur. Balitung dan pengganti-penggantinya sampai Raja Wawa masih berkeraton di Jawa
tengah.
Perpindahan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, menurut Prof. Dr. Gde
Casparis dapat disebabkan oleh hal-hal berikut
Raja –raja lama seperti Balitung sampai dengan Wawa lebih mementingkan Jawa Timur
daripada Jawa Tengah karena pentingnya perdagangan, antar pulau saat itu
Pemimpin-pemimpin di jawa menghadapi serangan-serangan dari Sriwijaya dan
memutuskan membela bagian-bagian kerajaan yang dipentingkan untuk masa depan
seperti lembah rendah Sungai Brantas
Empu Sindok naik tahta kerajaan Medang tahun 929 M. Mpu Sindok sebelum
menjadi raja pernah menjabat Muhamantri I Halu dan I Hino pada masa Raja Tulochong dan
masa Raja Wawa
Perlu diketahui bahwa pertentangan antara Sriwijaya dan Jawa Timur telah
berlangsung sejak 925 M. dan berlanjut kurang lebih satu abad sampai jaman Airlannga. Hal
ini terjadi karena hubungan serta perdagangan di Jawa Timur semakin maju dan Sriwijaya
iri kemudian ingin mengambil tindakan kepada kerajaan di Jawa Timur 3
Untukmencapai tujuan tersebut pada tahun 928 M. Sriwijaya mengirimkan pasukan
Melayu dari daerah Jambi untuk membasmi pusat-pusat kekuatan di Jawa Timur.
Pasukan pasukan tersebut sampai dekat Nganjuk menderita kekalahan oleh lasakar yang dipimpin
Mpu Sindok ( Prasasti Sindok/Jayastamba di Anjuk ladang tahun 937 M )
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kegagalan penyerangan Sriwijaya
pertama pada waktu pemerintahan Mpu Sindok
Dari berita Cina dijelaskan bahwa pada tahun 990 M. Dharmawangsa mengadakan
serangan Sriwijaya. Ia menguasai beberapa daerah di pantai Sriwijaya sehingga hubungan
Sriwijaya dengan daerah luar tertutup. Hal ini juga dijelaskan oleh Prof. Dr. G. de Carparis
dalam pidatonya pada tahun 1958 yang maksud penyerangan tersebut merupakan bentuk
pembelaan terhadap ancaman Sriwijaya. Di samping itu Jawa membuka hubungan resmi
dengan Tiongkok tahun 1922 M

Wengker dalam perjalanan Sejarahnya antara lain :

a. Pada awal abad XI
Pada tahun 1016 kerajaan dharmawangsa secara tiba-tiba serangan dari sriwijaya
sehingga raja Dharmawangsa dan seluruh pembesar istana tewas. Peristiwa ini dikenal
dengan “ Pralaya “ atau kehancuran. Satu-satunya yang berhasil meloloskan diri ialah
Airlangga. Anak Mahendradatta yang saat itu melangsungkan perkimpoiannya dengan Putri
Dharmawangsa
Dalam prasasti Kalkuta ialah Prasati Airlannga disebutkan bahwa RI Prahara Haji
wurawari maso mijil sangka Lwaran. Artinya : pada waktu terjadinya kekacauan ( Prahara ).
Haji wurawari muncul dari Lwaran.
Kesan yang kita terima bahwa kerajaan Dharmawangsa dimusnahkan oleh Raja Wurawari.
Di mana letak Wurawari ada beberapa pendapat :
Menurut Moh. Hari Soewarno letak Wurawari di Jawa Timur menurut Prof. Dr. G .de
Casparis di Semenanjung Malaka, sedang menurut Buku Sejarah Nasional II. Marwan
Djoened P. Terletak di Banyumas Jawa tengah termasuk juga Lwaran terletak di pantai
Bengawan Solo sebelah selatan Cepu di samping itu pula para sarjana yang berpendapat
Wurawari terletak di sekitar Tegal
Tentang penyerangan kerajaan Dharmawangsa oleh raja Wuwawari ada juga yang
berpendapat bahwa karena iri dan kegagalannya memperistri mahkota raja Dharmawangsa
Pendapat lain yang juga mungkin benar adalah persekutuan antara kerajaan
sriwijaya. Wurawari serta Wengker dan sekutunya yang menjadi bawahan Dharmawangsa
ingin menghancurkan kerajaan Medang/Dharmawangsa
Jadi, kesimpulan yang dapat kita tarik dari uraian di atas ialah :
a. Ketertiban Wengker bersama sekutunya menyerang Dharmawangsa dilandasi oleh
politik ekspansi/perluasan kekuatan baru di Jawa timur sehingga mendesak kerajaankerajan
kecil yang telah lama ada
b. Kemajuan dan perkembangan ekonomi yang menjadi persaingan kekuatan antar
kerajaan
c. Adanya rasa dendam yang berkepanjangan seperti masalah-masalah gagalnya
persuntingan serta perebutan tahta kerajaan
Persuntingan wengker dan sekutunya tentu perjuangan tersebut memiliki nilai-nilai
patriotis dan herois tersendiri

b. Perjuangan Wengker pada jaman Airlangga

Prasasti pucangan menyebutkan tahun 952 Saka atau 1030 M. Airlanngga
mengalahkan Haji Wengker yang bernama Panuda yang hina seperti Rawana
(AdnamaPanuda). Raja ini lari meninggalkan keratonnya di Lewa. Tetapi dikejar terus ke
Desa Galuh bagian Barat dan pada tahun 953 Saka atau 1031 M. anaknya dapat dikalahkan
dan keratonnya dihancurkan tidak tersisa, di bagian lain prasati berbunyi “ Haji Wengker
memberontak lagi “. Meskipun daerahnya selalu didatangi tentara raja pada tiap bulan Asuji,
tahun 957 Saka atau 1031 M Haji wengker meninggalkan keratonnya di Tapa dan melarikan
diri di daerah yang sulit dicapai. Meninggalkan anak istri kekeyaan dan emua kendaraan
kerajaan. Beru pada tahun 959 Saka atau 1037 M, ia dapat di tangkap di Kopang. Dijelaskan
bahwa Airlangga menyerbu ke arah barat dengan tentaranya yang tidak terbilang banyaknya.
Rajanya bernama Wijaya ( Warma ) dengan taktik Visnugupta, Raja Wijayawarma
ditangkap oleh rakyatnya sendiri lalu dibunuh.
Haji wengker yang diserang pada tahun 1030 M adalah keturunan Wijaya. Jadi, Haji
Wengker bersifat mempertahankan diri, sedangkan Airlangga yang agresif untuk mencapai
tujuannya yaitu membalas dendam kematian Dharmawangsa. Ayah mertuanya dalam
peristiwa “ Pralaya “
Airlangga dan pemerintahannya bercita-cita mencapai tujuan untuk menyelamatkan
“ Dharma “ menciptakan kembali Negara yang dimusnahkan Wurawati termasuk
menghapuskan aib dan dan derita yang dialami kerajaan mertuanya serta menghilangkan
segala hal yang menghancurkan, bersifat memelihara seperti Dewa Wisnu.
Menjawab pertanyaan siapa raja Wengker pada zaman pemerintahan Airlangga, P.V
Stein Callenfels menyatakan bahwa musuh Airlannga yang paling berbahaya adalah Raja
Wengker yang bernama Wijaya. Setelah dikalhkan oleh Airlangga. Wijaya mengundurka
diri untuk bertapa. Dengan kemenangan ini, berakhirlah peperangan yang dilakukan oleh
Airlangga.
Disamping itu juga ada pendapat lain dari Dr. N.J Krom yang menyatakan
Wijaya Raja Wengker dihalau oleh Airlangga. Lari dan meninggalkan keluarganya ke Kopang tahun 1035 M.
Dari dua pendapat terakhir ini juga nampak bahwa Kerajaan Wengker selalu menjadi
sasaran penyerangan Airlangga. Ini berarti pula bahwa kerajan Wengker sejak dahulu kala
merupakan kekuatan yang disegani dan tidak nampak sebagai kerajaan yang lemah bahkan
tidak agresor, namun bertahan untuk membela wilayah. Sikap dan tindakan Wengker
bersama sekutunya merupakan musuh besar Airlangga di Jawa Timur seperti ini adalah
wajar karena wengker memang kerajan yang tua dan telah ada sebelum berdirinya kerajaan
Dharmawangsa maupun kerajaan Airlangga di Jawa Timur.
Dengan demikian sejak perpindahan kerajaan Mpu Sindok dari Jawa Tengah ke
Jawa Timur dan berdirinya kerajaan Dharmawangsa sampai kerajaan Airlangga. Rupanya
menjadi sumber penyebab kerajaan tua di Jawa Timur terancam baik dari segi politik,
perluasan kekuasaan maupun ekonomi. Yang demikian itu, wajar ditinjau dari adanya rasa
cinta dan kepentingan pengabdian daerahnya kepada Bumi Wengker yang mendarah daging.
Berarti pula, kokoh kuatnya patriotis dan herois yang akan berlanjut pada masa-masa
berikutnya. Disamping itu menunjukkan bahwa politik ekspansif/perluasan wilayah dan
kekuasaan saat itu bertentangan dengan jiwa dan kepribadian Wengker.

2. KERAJAAN WENGKER PADA JAMAN MAJAPAHIT


Di atas telah disinggung tentang perjalanan sejarah Wengker pada jaman Mpu

Sindok. Dharmawangsa serta pada jaman pemerintahan Airlangga walaupun hanya selintas
dan nampak terputus-putus, telah memberi gambaran bahwa sebenarnya eksistensi Wengker
tetap ada dengan pasang surutnya. Bahkan dapat dikatakan sejak jaman Airlangga dulu tidak
terdapat peperangan atau persengketaan di Wengker. Dengan kata lain termasuk tenteram,
demikian menurut babad Ponorogo
Pada masa-masa itulah justru Wengker menata diri, walaupun sebenarnya
sepeninggal Airlangga di luar Wengker selalu terjadi perselisihan dan perebutan kekuasaan
atau tahta kerajaan. Demikian pula yang terjadi pada awal dan akhir Majapahit
Di atas telah disinggung bahwa setelah kerajaan Airlangga terbagi menjadi dua yaitu
kediri/Panjalu dan Jenggala, situasi sudah tidak stabil, kesempatan ini dipergunakan oleh
Wengker untuk menyusun kekuatan baru sehingga sampai dengan jaman Majapahit nama
wengker tetap masih ada dan jaya, justru terjalin hubungan yang saling menguntungkan.
Beberapa peristiwa penting yang membawa kehormatan dan kebesaran peranan
Wengker di jaman Majapahit di antaranya :
Pertama: Perkimpoian Bhre Wengker/Raden Kudamerta/Wijayarajasa dengan Adik
Tribuwana yang menjadi Bhre dengan nama Raja Dewi Maharajasa kimpoi dengan Kudamerta
yang menjadi Bhre Wengker dengan nama Wijayarajasa.
Hal ini berarti Wijayarajasa itu menantu Raden Wijaya
Beberapa peran yang menonjol dari wijayarajasa :
a. Kudamerta/Wijayarajasa dan Raja Dewi Maharajasa hadir dalam musyawarah
pengangkatan calon pengganti Patih Gajah Mada, diantara delapan tokoh yang diundang
pada tahun1364 M
b. Diangkatnya menjadi anggota Dewan Sapta Prabu
c. Anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1351 M
d. Berani dan mampu mengambil sikap tegas terhadap kesalahanyang dilakukan Gajah
Mada atas peristiwa Bubat
e. Mendapat penghargaan/piagam pembangunan bersama dengan Dyah Maharajadewi dari
Kepala Negara Tribuwana Tunggadewi 9
Kedua : Perkimpoian Hayam Wuruk Bhre Hyang Wekas ing Sukha/Rajasanegara dengan
paduka Sori/Putri Wijayarajasa/Raden Kudamerta/Bhre Wengker pada tahun
1357 M
Schrieke menyatakan “ Hayam Wuruk kurang lebih 1357 M mengawini Susumma dewi
alias Paduka Sori ( Anak perempuan Wijayarajasa Raja Wengker, yang juga paman Hayam
Wuruk ). Jadi pada jaman Hayam Wuruk peranan Wengker begitu besar dengan rajanya
Wijayarajasa.

Dalam buku SNI jilid II halaman 437 disebutkan

Berhubung dengan meninggalnya Putri Sunda dalam peristiwa di Bubat Hayam wuruk
kimpoi dengan Paduka Sori anak Bhre Wengker Wijayarajasa, Bibi Hayam
Wuruk.
Peristiwa tersebut merupakan perkimpoian keluarga karena saudara sepupu, Ibu Hayam
Wuruk ( Tribuwana Tunggadewi ) adalah kakak perempuan Ibu Paduka Rajadewi
Maharajasa/Bhre Dhaha
Hyam Wuruk dan Paduka Sori keduanya cucu Raden Wijaya ( Kertarajasa Jayawardana )
Peristiwa tersebut dapat menutup aib dan rasa malu jatuhnya Prestise Majapahit di masa
Nusantara ( Politik Nusantara ) karena peristiwa perang Bubat
Ketiga : Setelah interregnum/ kekosongan kekuasaan tiga tahun lamanya pada tahun : 456
M tampillah Dyah Suryawikrama Girishawardana menaiki tahta kerajan
Majapahit. Ia adalah salah seorang anak Dyah Kertawijaya semasa pemerintahan
ayahnya menjadi Raja daerah Wengker. ( Bathara ing Wengker ).
Didalam paraton ia disebutkan dengan nama gelarnya Bhre Hyang Purwawisesa dan
memerintah selama sepuluh tahun dari 1456-1466 Masehi

Apakah Wijayarajasa itu Bhre Wengker ?

Benar, Wijayarajasa itu adalah Bhre Wengker atau Raden Kumadetta yang menjadi
raja yang berkedudukan di Wengker dan berperan di Majapahit
Hal itu terbukti dari kitab Negara Kertagama yang menyebutkan Priya Haji Sang Umunggu
I Wemgker bangun Hyang Upandrannun ( Napari Wijayarasa popamana parama-ajnottama)
Dalam hal ini Negara kertagama menunjukkan bahwa yang membangun kerajaan adalah
Wijayarajasa sebagi raja pertama.
Disini terdapat perbedaan yakni tentang persamaan nama. Pada jaman Airlangga.
Raja Wengker bernama Wijaya sampai pada jaman majapahit ( Hayam Wuruk ) masih
disebut Wijayarajasa.
Atau mungkin untuk Wengker memang rajanya disebut Wijaya, sama halnya dengan
Majapahit yang menggunakan nama Brawijaya sejak dari pertama sampai penghabisan
Masih ada sumber lain yakni Pararaton yang menceritakan bahwa Raden Kudamerta
kimpoi denga Bhre Dhaha. Raden Kudamerta di Wengker dengan nama Bhre Parameswara
dari Pamoran yang dikenal dengan nama Wijayarajasa. Juga diterangkan bahwa Bhre
Parameswara dari Pamoran meninggal dunia tahun 1310 Saka dan dimakamkan di Manar
dengan nama Wisnubhawana. Kalau mengingat sumber paraton yang menyebutkan Bhre
Parameswara yang juga disebut Wijayarajasa meninggal tahun 1380 M jelas menunjukkan
bahwa yang dimaksud Wijayarajasa pada jaman pemerintahan Hayam wuruk
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perkimpoian Hayam wuruk dengan putri raja
Wengker berlangsung tahun 1357. jadi, ia meninggal 31 tahun setelah mengawinkan anaknya.

Masalah Perkimpoian

Sekarang timbul pertanyaan, apakah perkimpoian itu perkimpoian politik atau
perkimpoian keluarga ?
Dr. N.J Krom mengemukakan bahwa untuk pergi ke Bubad disamakan
dengan pendapat Wengker. Seperti telah diketahui bahwa perang Bubad terjadi sebagai akibat perkimpoian politik yakni salah satu cara dari kerajaan Majapahit untuk menakhlukkan kerajaan bawahan di sekitarnya.
Kalau yang dimaksud oleh Dr. N.J Krom init tentang perkimpoian politik, menunjukakan bahwa pada zaman pemerintahan Hayam Wuruk Wengker menjadi kekuasaannya Wengker saat itu masih cukup kuat.
Pendapat Dr. Th Pigeud yang mendasarkan pendapatnya pada kitab Negarakertagama sebagai
berikut : Dengan membandingkan dua kekuasaan yang cukup kuat yang sangat menarik yakni
antara Wengker. Dhaha dianggap sebagai bulan dan Majapahit. Singasari sebagai Matahari.
Pemerintahan bulan di atas bintang dan planet, sedangkan matahari, sebagiai pancaran sinar
keseluruhan. Majapahit sebagai pusat pemerintahan juga memperhatikan terhadap saingannya.
Inilah perbandingan yang menarik dualisme Jawa = bulan dan matahari
Menurut Dr. Th Pigeud Wengker-Dhaha dianggap sebagai rivalnya (saingannya) kondisinya
saat itu masih cukup kuat
Prof. Moh Yamin di dalam melukiskan kebenaran Batari Wengker ini, mengubah dalam
sajaknya sebagai berikut :

Bathara Wengker

( selanjutnya perintah sang Prabu diiringi pula oleh perintah Seri Paduka Bathara
Wengker )
Nan terbantu oleh keberanian yang dimilikinya dan yang dimuliakan oleh mereka yang
mempunyai sifat-sifat yang baik
Yang bersifat baik terutama tentang kebijaksanaannya yang diperbuat oleh tingkah
lakunya sendiri
Nan berhati sanubari melebihi indahnya hal berbicara atas nama orang yang beriman
Nan hati sanubarinya terpisah dari kesombongan dan kecelakaan
Nan diketahui kebesarannya luar biasa jadi terpujilah oleh rakyat orang baik-baik
sehingga menjadi girang gembira
Nan bertugas kewajiban sendiri, yang tak diabaikan karena mereka diarahkan supaya
memperkuat garis turunnya sendiri
Nan bertegak gelar kerajaan berbunyi Grisyawardhana dan bernama kecil berbunyi Dyah
Suryawikrama
Mengingat tahun 1447 mungkin yang dimaksud Bathara Wengker adala Grisyawardhana
kalau itu benar, saat terjadi perang paregreg Wengker sudah berdiri belakangnya.
Jadi, menurut Pararaton yang sanggup memerintah tahun 1378 Saka sampai 1388 Saka adalah Bhre Wengker dengan nama Bhara Hyang Purwawisesasa sampai disini Wengker masih disebut-sebut.
Selanjutnya menurut Pararaton : Raja Majapahit sesudah Bhre Hyang Purwawisesa ialah
Bhre Pandan Salas memerintah-tahun 1388 Saka atau 1466 M sampai dengan tahun 1390 Saka atau tahun 1486 M, yang diganti oleh Raja Kertabumi, ayah Raden Patah.

PONOROGO JAMAN KESULTANAN DEMAK BINTORO

0 komentar
Setelah pemerintahan pusat majapahit lemah sekali Bandar-bandar di pesisir Jawa
seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Surabaya memerdekakan diri dari Majapahit. Bandar bandar timbul/ berkembang menjadi kerajan-kerajaan kecil, berkat hubungan langsung yang erat dengan Malaka yang lambat laun para pengusaha Bandar-bandar itu lalu menganut islam.
Kerajaan-kerajaan kecil pesisir Jawa tersebut dapat berkembang menjadi Negara besar
ialah Demak. Ketika diperintah oleh Raden Patah sekitar awal XVI, Demak dapat menguasai
kota-kota pesisir yang lain seperti Lasem, Tuban, Gresik, dan Sedayu. Raden Patah diakui
sebagai pemimpin kota-kota dagang pesisir dengan gelar Sultan. Dari Demak agama islam
disebarkan keseluruh jawa bahkan keluar Jawa.
Siapa Raden Patah itu dapat diketahui dari beberapa sumber antara lain menyebutkan
raja-raja Demak menyatakan dirinya sebagai keturunan Prabu Brawijaya Raja majapahit
Demikian pula di dalam Purwaka Caruban Nagari disebutkan dengan jelas bahwa Raden
Patah pendiri dan Sultan pertama Demak adalah anak Prabu Brawijaya Kertabumi.
Raden Patah itu menurut Tome adalah pendiri Demak adalah disebut Pata Rodin.
Babad tanah Jawi menyebutkan pendiri demak adalah Raden Patah seperti kutipan ini :
Risang poetri patoetan kekalih, samya dijaole oambayoene iko. Raden Patah Djoedjoeloeke, nenggih bebekanipun, saking Prabu ing Mahospait, kala ngidam kaworan, pinisah karoehoen, siro sang poatri ing tjino, patoetane lan aryo Damar satoenggil, Raden Koesen kang nama “ Aryo Damar sigro deniro angling. Keh sang Prameswari soetaniro panenggih ing tembe, pasti djoemeneng ratoe Raden Patah ana ing Djawi poerwa raja kang islam. Simeng Majalangoe. Raja kapir kang ginanyan mengkweng Djawi sineba ing para Adji, Djawa tanpa sisingan

Dari Babad Tanah Jawi disimpulkan sebagai berikut :

Raden Patah adalah Putra Prabu Majapahit dengan Putri Cina yang pada waktu hamil
muda diberikan kepada Aryo Damar, setalah lahir bayi itu di beri nama Raden Patah. Jadi, darah yang menurun kepada Raden Patah adalah Prabu Majapahit
Prabu Majapahit yang mempunyai istri Cina adalah Brawijaya terakhir. Arya Damar
menyatakan kepada permaisurinya bahwa putranya yakni Raden Patah akan menjadi raja islam pertama di Jawa. Yang kita ketahui bahwa kerajaan islam yang pertam di Jawa adalah Demak, maka jelas Raden Patah adalah Raden Demak
Pada saat Raden Patah menginjak dewasa kerajaan Hindu Majapahit telah mulai runtuh
yang disebabkan oleh perlawanan kaum bangsawan yang telah mendirikan kota di pantai utara dan mendapat bantuan islam. Kesempatan ini dipergunakan Raden Patah untuk menemui Raden Rahmat. Raden Patah mengutarakan beberapa hal mengenai Majapahit yang telah lemah. Raden Patah tinggal pada Raden Rahmat. Untuk belajar beberapa hal dan setelah cukup diberi kedudukan di Bintoro. Kemudian Bintoro dikembangkan atas dasar islam. Mendengar hal itu raja Majapahit Brawijaya memanggil Raden Patah untuk diangkat Mangkubumi di Bintoro.
Raden Patah memperkuat kedudukan Bintoro, berkat bantuan para wali berkembang menjadi kerajan islam pertama di jawa dengan nama Demak, rajanya Raden Patah dengan gelar panembahan Djimbun
Dalam babad Tanah Jawi disebut peran Raden Rahmat atau Sunan Ampel sebagai
berikut :
15. Angoiko soesoenan ing Ngampel denito poetoe ngong kidipatoes madega nata iyo ing tanah jawa pan siro kang doewe waris koeto ing Demak iku kakim prayogi
20. Moermawarno siro ratoe mangoen islam nama asinopati boen ngabdir rahman, panembahan palembang Syayidin panaragama pamoerwardi nan, ing sarak kanjeng nabi.
Dari beberapa sumber di atas jelas bahwa raden Patah kemudian menjadi raja islam demak
tetapi rupanya saat munculnya Demak majapahit sudah mengalami masa krisis hingga yang
terjadi Brawijaya telah diganti/direbut oleh Girindrawardana yang bukan anaknya sendiri.
Melihat kekacauan ini Raden Patah tidak berkenan karena Majapahit dikuasai keturunan lain
yang tidak berhak atas tahta kerajaan.
Sebenarnya pada jaman pemerintahan Brawijaya raja Majapahit terakhir ( ayah raden Patah )
telah memberi daerah lungguh ( wilayah kekuasaan ) kepada Raden Patah yang kelak
berkembang menjadi kerajaan Demak. Lain halnya yang terjadi dengan Raden Katong yang saat itu belum mempunyai daerah lungguh bahkan masih di daerah naungan Brawijaya. Pada suatu saat Brawijaya tahu bahwa sebelah timur Gunung Lawu dan sebelah barat Gunung Wilis ada seorang Demang dari Desa Kutu yang tidak mau datang Ke Majapahit maka Bathoro Katong disuruh mendatangkan Demang dari Kutu tersebut ke Majapahit.

PERANAN BATHORO KATONG DI PONOROGO

Sebelum mengutarakan peranannya, perlu ditelusuri siapa sebenarnya Raden katong itu.
Ada beberapa pendapat antara lain :
Dr.L.Adam, Residen Madiun :”Batoro katong hidup pada masa runtuhnya Majapahit dan
munculnya Demak ( akhir abad XV dan awal abad XVI ). Mungkin putra Raja Brawijaya V,
yang mudanya Bathoro Katong bernama Lembu Kenongo.
Slamet Hardjosenton, Kepala Kelurahan Setono dan Juru Kunci Makam
Batoro Kathongialah Putra Brawijaya raja Majapahit yang terakhir, atas perkimpoiannya dengan Putri dari Begelen. Pada masa mudanya Batoro Katong bernama Kebo Kanigoro.
Sri Sarno, Kepala pembinaan Kebudayaan kabupaten Ponorogo “ Bathoro KatongPutri
Brawijaya V dengan Putri Begelen Dalam serat Katongan disebutkan : “ Prabu brawijaya V ( Arya Ankawijaya ) juga disebut Raden Alit raja Majapahit yang ketujuh atau terakhir berputra 117 orang. Disebutkan antara lain dengan Ibu Pengemban nomer 22 mempunyai anak raden Joko Piturun atau Raden Arak Kal yang kemudian menjadi Adipati di Ponorogo dengan nama Bathoro Katong.
Dari beberapa sumber diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Bathoro Katong putra
Raja Majapahit Brawijaya V, yang mempunyai hak atas tahta Majapahit
Bathoro Katong mendapatkan daerah Lungguh dari ayahnya. Yang terletak di sebelah timur
Gunung Lawu dan di sebelah barat Gunung Wilis ke selatan sampai pantai selatan
Beberapa peranan Batoro Kathong dapt disebutkan sebagai berikut :


1.Bathoro Katong menakhlukkan demang Surya Ngalam.
Beberapa tahun kemudian setelah Bhre kertabumi ( Brawijaya V ) naik tahta di kerajaan
majapahit tahun 1486 M. bathoro Katong bersama dengan Seloaji berangkatlah dari
Majapahit menuju ke Wengker untuk menemui Surya Ngalam/Demang Kutu di Suru
Kubeng.
Sebelum menemui Demang Kutu, Bathoro katong bertemu dengan Ki Ageng dari Desa
Mirah, anak Ki Ageng Gribig. Ki Ageng Mirah adalah mubalig yang telah beberapa waktu
bertugas menyebarkan agama islam di Wengker. Banyak hal penting keadaan Bumi Wengker
yang dijelaskan Ki Ageng Mirah yang telah lama berpangalaman di Bumi Wengker. Kepada
Bathoro Katong mereka bersepakat berjuang bersama Ki Ageng Mirah menyebarkan agama
islam dan Bathoro Katong di bidang Pemerintahan
Untuk mempermudah pencapaian tujuan, Ki Ageng Mirah menghendaki Bathoro Katong
masuk islam. Dengan sukarela ( tidak berkeberatan ) Bathoro katong masuk islam
Setelah itu Bathoro Katong dan Ki Ageng mirah selalu bekerja sama mempelajari situasi
dan kondisi Wengker agar misi dan tujuannya tercapai. Ki Ageng Mirah merasa gembira karena dapat bekerja sama dengan Bathoro Katong yang masih keturunan Majapahit itu. Di samping itu Bathoro Katong dan Ki Ageng Mirah mengatur siasat untuk menghadapi Kedemangan Kutu
Hal ini disebabkan oleh sikap Demang Kutu yang tidak tunduk ( Mbalelo ) terhadap
pemerintahan Majapahit. Ki Ageng Kutu tidak setia kepada pemerintahan Majapahit disebabkan
:

- Ki Ageng Kutu adalah keturunan Majapahit yang berkuasa di Wengker 
- Kertabumi pernah merebut tahta Pandan Salas leluhur Ki Ageng
Kutu

- Pemerintahan Majapahit dalam keadaan lemah karena adanya
perebutan kekuasaan

Untuk menaklukkan Demang Kutu Bathoro katong menempuh jalan damai, pendekatan

kekeluargaan dan toleransi, yakni :
 - Menyatukan wawasan /cara pandang bahwa antara Ki Ageng Kutu dengan Raden Katong
bukanlah musuh
 - Bathoro Katong memperistri Niken Sulastri putri Ki Ageng Kutu

 - Dapat memiliki ( menguasai ) keris Kyai Jabardas dan keris Rawe Puspita andalan
Kedemangan Kutu

2. Bathoro Katong menyebarkan agam islam di Ponorogo

Ki Ageng Mirah telah merintis menyebarkan agam islam di Wengker hasil yang
diperolehnya belum memadai. Terbukti masyarakat Wengker pada waktu itu masih kokoh
memegang nilai-nilai lama dan tradisional yang dijiwai paham Hindu. Oleh karena itu
kedatangan Raden Katong ( Bathoro katong ) disambut gembira oleh Ki Ageng Mirah.
Setelah itu keduanya bekerja sama untuk melaksanakan misi pemerintahan dan penyebaran
agama islam.
Pada tahap pertama Bathoro Katong. Ki Ageng Mirah, dan Seloaji pergi ke Bintoro
untuk berguru kepada wali dan ulam islam. Di Bintoro mereka memperoleh berbagai
pelajaran pengetahuan pemerintahan dan agam islam
Setelah dirasa cukup, Bathoro katong dan pengikutnya kembali ke daerah
lungguhnya ( daerah di sebelah timur Gunung Lawu dan di sebelah barat Gunung Wilis )
Tahap kedua, dalam penyebaran agama islam Bathoro Katong menggunakan cara
pendekatan persuasif, toleransi yang asimilatif-sinkreatif dan akulturatif, bukan dengan
kekerasan dan peperangan.
Berdasarkan pendekatan tersebut pengaruh islam dapat dengan mudah ditanamkan
dan diperkembangkan dalam masyarakat. Di samping itu Bathoro Katong menyebarkan
agama islam melalui saluran kesenian Reog. keberhasilan jerih payah Bathoro Katong, Ki
Ageng Mirah, Seloaji dan para pengikutnya terbukti dengan adanya pondok-pondok
pesantren di Ponorogo

3. Bathoro Katong Mendirikan Kadipaten Ponorogo

Menurut Babad Ponorogo, setelah Raden Katong sampai di wilayah, Wengker
memilih tempat yang memenuhu syarat untuk pemikiman, ( yaitu Plampitan, Kelurahan
Setono, Kecamatan Jenangan sekarang ). Meskipun situasi dan kondisi masih banyak
dijumpai hambatan, tantangan, yang dating silih berganti, Raden Katong, Seloaji, dan Ki
ageng Mirah serta pengikutnya mulai mendirikan pemukiman.
Sekitar tahun 1482 M, konsolidasi wilayah mulai dilakukan, hal ini ditandai dengan
adanya sebuah prasati terletak di Telaga Ngebel yang kemudian dikenal dengan Prasati
Kucur Bathoro
Dengan melaksanakan konsep-konsep perjuangan yang dilakukan dengan penuh
kearifan dan kebijaksanaan, Raden Katong dapat melanjutkan perjuangannya
Selanjutnya antara tahun 1482-1486 M, upaya dalm rangka menegakkan perjuangan
dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit semua kesulitan dapat diatasi, akhirnya
pendekatan kekeluargaan dengan KI Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya mulai
membuahkan hasil
Langkah berikutnya dengan segala upaya dan usaha ditempuh untuk mengadakan
persiapan-persiapan dalam rangka merintis mendirikan kadipaten
Dengan semua pihak Bathoro Katong ( Raden Katong ) dapat mendirikan Kadipaten
Ponorogo pada akhir abad XV dan menjadi Adipati yang pertama


BERDIRINYA KADIPATEN PONOROGO

a. BEBERAPA SUMBER YANG BERKAITAN DENGAN BERDIRINYA KADIPATEN
PONOROGO
Ada dua sumber utama yang kami jadikan bahan kajian dalam menelusuri Hari Jadi
Kadipaten Ponorogo yakni :
a. Sejarah lokal baik legenda maupun buku Babad
b. Bukti peninggalan buku-buku sejarah


a. Sejarah lokal Baik Legenda maupun Buku Babad
Banyak cerita yang berkembang di kalangan masyarakat bahkan ada yang telah ditulis di
dalam buku Babad dan lain-lain
Menurut babad maupun cerita rakyat, pendiri Kadipaten Ponorogo ialah Raden Katong
putra Brawijaya V raja Majapahit dengan Putri Begelen. Diduga berdirinya Kadipaten
Ponorogo pada akhir abad XV
b. Buku peninggalan Benda-Benda Purbakala
Kebudayaan seseorang itu bersumber dari masyarakatnya. Dalam arti konsentrasi
tertinggi adalah basis alam dari kehidupan kebudayaan itu sendiri 30
Masyarakat Wengker menganut kepercayan Hindu yang jelas beralkuturasi dengan tradisi tradisi yang berlaku saat itu.

Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan benda-benda purbakala antara lain :

1.Sebuah Arca Syiwa
2. Tiga buah arca Durga
3. Lima buah arca Ghanesa
4. Dua arca Nandi
5. Sebuah arca Trimurti
6. Dua arca Mahakala sebagai Dwarapala
7. Sebuah Lingga
8. Sebuah Yoni
9. Sepasang Lingga Yoni
10. Sembilan buah minatur lumbung padi
11. Arca Gajah-Gajah Siwarata, kendaraan Bathara Indra berasal dari Timur
12. Wisnoe barasal dari Timur
13. Ganesa penunggu rumah dengan angka tahun 1355 Saka = 1433 M
14. Umpak terdapat di Pulung dengan angka tahun 1336 Saka = M. 31
15. Sejumlah Patung/Arca logam yang ditemukan di Desa Kunti, Kecamatan Bungkal

Disamping itu ditemukan pula peninggalan benda-benda purbakala di sekitar Makam Bathoro

Katong Dari Komplek makam ini diperoleh petunjuk angka tahun kapan kiranya Bathoro
Katong mendirikan Kadipaten Ponorogo. Di depan Gapura pertama yang berdaun pintu atau
Gapura ke-5, disebelah utara dan selatan terdapat sepasang batu menyerupai tempat duduk yang menurut tradisi disebut Batu Gilang
Pada batu tersebut terlukis Candra Sengkala, memet dari belakang ke depan berupa :
manusia, pohon, burung, (Garuda) dan gajah
Manusia : angka 1
Pohon : angka 4
Burung Garuda : angka 1
Gajah : angka 8
Berdasarkan kajian itu, Tim Sembilan menyimpulkan Candra Sengkala memet pada Batu
Gilang tersebut menunjukkan angka tahun 1418 Saka.


BATHORO KATONG DIWISUDA

1. Figur Seorang Bathoro katong
Nama Bathoro Katong sudah tidak asing lagi bagi Masyarakat Ponorogo, bahkan
nama itu seakan sudah menyatu dengan nama Kota Ponorogo
Menurut pendapat Para Sarjana, cerita rakyat dan buku-buku babad Bathoro
Katong adalah pendiri Kadipaten Ponorogo yang selanjutnya berkembang menjadi
1. Kabupaten Ponorogo
Hal itu sudah menjadi keyakinan masyarakat Ponorogo tanpa mempermasalahkan “
Kapan “ Bathoro Katong Diwisuda sebagai Adipati Ponorogo :
2. Kapan Bathoro Katong Diwisuda
Berdasarkan penelitian dan analisa sejarah dari berbagai sumber terutama
pengkajian terhadap peninggalan benda-benda purbakala yang berkaitan dengan masa
pemerintahan Bathoro antara lain dapat kami sampaikan sebagai berikut :


 -Batu Bertulis Kucur Bathoro
Di wilayah Kecamatan Ngebelada Lokasi/ tempat yang dinamakan Kucur Bathoro.
Menurut Moh. Hari Soewarno, Kicur Bathoro itu diperkirakan tempat bersemedi bathoro
katong pada saat akan memulai melaksanakan tugas di Bumi Wengker. Ditempat itu
terdapat sebuah batu bertulis yang menunjukkan angka tahun 1482 Masehi
 -Prasasti Batu Gilang di Makam Bathoro Katong
Di komplek makam bathoro katong yaitu di depan gapura ke- 5 terdapat sepasang
batu yang disebut Batu Gilang oleh masyarakat Ponorogo. Pada batu gilang itu terlukis
Candra Sengkala memet berupa Gambar : pohon, burung (Garuda) dan gajah, yang
melambangkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 Masehi. Batu Gilang itu
berfungsi sebagai Prasasti “ Penobatan “ yang dianggap suci
Atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala tersebut dengan
menggunakan Buku Handbook Of Oriental History halaman 37, dapat ditemukan hari
wisuda Bathoro katong sbagai Adipati Kadipaten Ponorogo pada Ahad Pon 1 Besar
1418a bertepatan dengan 11 Agustus 1496 Masehi atau 1 Dhulhijah 901 H.

Sabtu, 20 Februari 2010

Sejarah

0 komentar
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Topeng barong reog yang dipakai sebagai atraksi penutup.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya.Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

Pementasan Seni Reog

0 komentar

Pementasan Seni Reog


Reog Ponorogo
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singo barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puspa dan tapa.

Reog Ponorogo

0 komentar

Kontroversi


Foto tari Barongan di situs resmi Malaysia, yang memicu kontroversi.
Tarian sejenis Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan.Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs resmi tersebut terdapat tulisan "Malaysia", dan diakui sebagai warisan masyarakat dari Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia, termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Ditemukan pula informasi bahwa dadak merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo.Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di Jakarta.Pemerintah Indonesia menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal tersebut.
Pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut.
 

Budayaku Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template